Ilustrasi Mahar |
Rencananya, Apriyandi akan melangsungkan pernikahan pada Kamis (16/12) dengan Yusnita (20), adik Jefri. Namun, tiba-tiba Apriyandi mendatangi rumah calon mertuanya dan langsung membatalkan pernikahan dengan Yusnita. Alasannya, dia tidak mampu membayar uang mahar sebesar Rp 15 juta. Tidak puas dengan sikap itu, Jefri pun menikam Apriyandi.
Jefri telah diringkus anggota Kepolisian Sektor Kalidoni hari Rabu kemarin untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Pembunuhan yang dilatarbelakangi masalah uang mahar merupakan kasus kriminalitas yang jarang terjadi di Sumsel.
Menurut kriminolog Universitas Sriwijaya, Syarifuddin Pettanasse, kasus tersebut sebenarnya sama saja dengan kasus pembunuhan biasa.
”Kasus seperti itu karena pelaku merasa tersinggung dengan korban. Apalagi sudah menyinggung harga diri,” ungkapnya.
Syarifuddin menambahkan, budaya malu yang kuat sebenarnya tidak dimiliki masyarakat Sumsel. Budaya malu yang kuat biasanya dimiliki masyarakat Bugis di Sulawesi.
”Pembunuhan itu terjadi bukan karena budaya malu, melainkan lebih karena ketersinggungan pelaku terhadap korban. Pembunuhan itu rasanya tidak direncanakan kalau melihat jarak waktu antara ketersinggungan pelaku dan terjadinya penusukan,” ujar Syarifuddin.
Memberikan uang mahar dari keluarga pengantin pria kepada keluarga pengantin perempuan memang wajar. Tradisi memberikan uang mahar dapat dijumpai di berbagai etnis yang ada di Indonesia.
Budayawan Sumsel, Anwar Putra Bayu, berpendapat, persoalan yang muncul gara-gara uang mahar seharusnya bisa dihindari sejak awal. ”Pada zaman yang sudah modern, jangan terlalu kaku dalam menjalankan tradisi. Semestinya lentur saja. Besarnya uang mahar tergantung kebutuhan dan kemampuan,” kata Anwar.
Menurut Anwar, besarnya uang mahar biasanya ditentukan berdasarkan pembicaraan kedua pihak, yaitu pihak calon pengantin pria dan pihak calon pengantin wanita. Dengan adanya kesepakatan, berarti kedua belah pihak telah setuju dengan besarnya uang mahar.
Anwar pun menyayangkan masih dipakainya cara kekerasan untuk menyelesaikan persoalan. ”Peristiwa itu merupakan ekspresi kekerasan yang masih berlaku di tengah masyarakat,” katanya.
Sumber : www.tribunnews.com
0 komentar:
Posting Komentar