Kamis, 09 Desember 2010

Fadel Bilang Haram Pakai Garam impor Untuk Masak

Menteri Kelautan Dan Perikanan

Pemenuhan kebutuhan garam nasional yang selama ini dilakukan dengan cara impor, dinilai memalukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Hal itu dikarenakan Indonesia negara maritim yang mempunyai banyak potensi, terlebih memiliki garis pantai terpanjang nomor empat di dunia mencapai 95.181 kilometer, setelah Amerika Serikat, Kanada, dan Rusia.

Demikian dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Fadel Muhammad, usai menjadi pembicara dalam seminar nasional bertajuk 'Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan 2010', di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Kamis (9/12).
"Impor garam sangat memalukan bagi bangsa Indonesia, karena potensi di Indonesia besar sekali. Tapi mengapa masih harus beli ke India dan Australia? Saya di rumah mengharamkan istri memasak pakai garam impor sebagai bentuk keprihatinan saya," tegas Fadel.

Realitas tersebut, kata Fadel, terjadi karena kurangnya upaya pemberdayaan garam pada masyarakat. Karena itu, pihaknya pada 2010 ini telah menyiapkan dana sebesar Rp 96 miliar untuk pemberdayaan masyarakat pesisir, antara lain Jawa Timur, Cirebon, Indramayu, dan Nusa Tenggara Timur.

"Dana yang ada akan digunakan untuk pemberdayaan masyarakat demi pengembangan garam di sembilan wilayah Indonesia. Khusus di Jawa Timur, cukup banyak karena untuk tiga wilayah di Pulau Madura," jelas Fadel.

Program pemberdayaan tersebut, lanjut Fadel, akan digunakan untuk penyuluhan bagi masyarakat, dan pemberian mesin pemroses garam bagi kelompok tani garam yang konsisten dan menonjol dalam pengolahan garam. Fadel melanjutkan, produksi garam pada 2010 hanya mencapai 200 ribu ton dari kebutuhan nasional sebesar 1,7 sampai 1,8 juta ton tiap tahunnya.
"Dengan langkah di atas bila berhasil diharapkan bisa memicu perkembangan produksi garam di daerah lain, sehingga tahun depan bisa meningkat sampai 300-400 ribu ton, dan pada tahun 2015 kita bisa swasembada garam," katanya.

Pemberdayaan usaha garam rakyat dinilai Fadel sebagai bagian dari misi pengembangan kelautan dan perikanan, yang berbasis pada Revolusi Biru (blue revolution). Revolusi Biru adalah perubahan cara berpikir yang sebelumnya terfokus pada daratan, lalu dialihkan ke laut yang memiliki banyak potensi, sehingga potensi di dalamnya bisa diefektifkan kemanfaatannya.

Untuk itu, pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan, juga mendorong pemanfaatan potensi yang ada dengan memberikan dana bantuan bagi para sarjana untuk berwiraswasta di bidang kelautan dan perikanan. "Telah disiapkan paket-paket bantuan jangka pendek mulai Rp 5 juta sampai Rp 15 juta, seperti

untuk budidaya rumput laut dan sebagainya. Bagi yang berhasil akan mendapat kelanjutan bantuan kredit lunak dari BNI," jelas mantan Gubernur Gorontalo tersebut.

Fadel menghimbau bagi masyarakat yang ingin memanfaatkan bantuan tersebut untuk mendaftar pada dinas kelautan dan perikanan setempat, karena selama ini masih kurang diapresiasi masyarakat. "Kami ingin agar masyarakat mengubah pola pikirnya bahwa di laut terkandung kekayaan alam luar biasa," terangnya.

Sumber : www.republika.co.id

0 komentar:

Posting Komentar