Selasa, 07 Desember 2010

Niat Membantu, Malah Disebut Penjarah

Ilustrasi
Nyoto Dirjosuwarno (49), korban letusan Gunung Merapi, tak mampu menahan kegembiraan ketika menghirup udara bebas setelah 14 hari menghuni sel tahanan Polda DI Yogyakarta, Senin (6/12/2010) sore. 

Warga Singlar, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, tersebut dapat kembali berkumpul dengan keluarganya yang menempati pengungsian di Surodinangan, Desa Jambitan, Kecamatan Banguntapan, Bantul.

"Saya tak pernah mengira kerja bakti membakar bangkai ternak yang tewas akibat letusan Gunung Merapi, bisa berakhir seperti ini. Saya benar-benar terpukul ketika dituduh ikut terlibat dalam penjarahan di rumah korban Merapi," ujar tersangka kasus penjarahan di toko milik Maridi, tetangganya di Glagaharjo, 18 November lalu, tersebut.

Penahanan Nyoto bersama enam tersangka lainnya ditangguhkan setelah Kepala Desa Glagaharjo, Suroto, mengajukan penangguhan penahanan dengan jaminan anggota keluarga para tersangka. Wakil Bupati Sleman Yuni Satia Rahayu. Penasihat hukum para tersangka, Joko Yunanto SH dam Dina Nurmalasari SH juga ikut mengajukan penangguhan penahanan, sehari sebelum kliennya dibebaskan dari tahanan.

Sutarno, ayak tersangka Agus Biantoro, mengaku mengetahui anaknya bakal dibebaskan dari tahanan setelah bertemu Wakil Bupati Sleman, Senin pagi. Saat itu ia bersama sejumlah warga korban Merapi menggelar demo di kantor Pemkab Sleman, mempertanyakan ganti rugi sapi yang mati akibat terkena awan panas.

Di tengah demo, Sutarno mempertanyakan nasib anaknya dan enam warga Glagaharjo yang ditahan di Polda. "Saat itu Ibu Wakil Bupati menyatakan bahwa tak lama lagi warga akan dibebaskan dari tahanan. Saya malah sempat dipeluk Ibu Wakil Bupati," ujar Sutarno.

Sebagai simbol kegembiraan, para tersangka sepakat melarung pakaian yang mereka kenakan selama menghuni tahanan. "Kami sepakat melarung pakaian ke sungai sebagai bentuk rasa syukur dan permohonan agar tidak mengalami kejadian serupa. Sekali ini saja lah menghuni tahanan," kata Sutrisno.

Nyoto mengaku masih bingung dan trauma mengapa dirinya dituduh terlibat penjarahan. "Pada saat itu datang seorang wartawan sebuah televisi, menyuruh kami membuka rolling door toko milik Pak Maridi. Katanya untuk adegan penyelamatan barang milik korban Merapi," ujar tersangka Sutrisno.

Nyoto dan para tersangka lainnya terkejut ketika mengetahui pengambilan gambar tersebut diberi narasi terjadinya penjarahan Glagaharjo. "Kami baru melihat tayangan itu ketika dibawa ke Polsek Ngaglik. Polisi memutarkan tayangan berita tersebut melalui laptop. Saat itu kami benar- benar terkejut dan syok," ujar Sutrisno.

Dalam pemeriksaan, para tersangka mengakui sempat mengonsumsi beberapa minuman ringan dan kue yang ada di toko milik Maridi. "Fanta satu botol, Sprite satu, Extra Joss 2 sachet, Ale-ale 2 kemasan gelas plastik, wafer lima bungkus, Taro tiga bungkus, dan slondok (makanan dari tapioka) satu bungkus," katanya.


Sumber : www.Tribunnews.com

0 komentar:

Posting Komentar